KAJIAN
FEMINISME LIBERALIS DAN SOSIALIS PADA
NOVEL
HIJAU KARYA AGNES JESSICA
Oleh Selvina Rambu Hada Rewa
Agnes Jessica merupakan salah satu
novelis terkenal dan bestseller di
Indonesia. Sudah begitu banyak karyanya yang diterbitkan oleh penerbit terkenal
seperti PT Gramedia Pustaka Utama, Grasindo, Primanata Publishing dan beberapa
penerbit terkenal lainnya. Dalam beberapa karya yang ditulis oleh Agnes
Jessica, ia banyak mengangkat kisah yang tokoh utamanya adalah seorang
perempuan, dengan kata lain ia banyak membicarakan tentang keperempuanan. Salah
satu karya Agnes Jessica yang akan dibahas dalam artikel ini adalah Hijau. Dalam novel ini terdapat dua
kajian feminisme, yaitu feminisme liberalis dan sosialis. Namun secara
keseluruhan kajian feminisme yang ada dalam novel ini lebih banyak mengenai
feminisme liberalis. Dimana feminisme liberalis membicakan mengenai kedudukan
perempuan dan laki-laki yang setara, karena dalam novel Hijau ini pengarang menggambarkan Galuh sebagai sosok perempuan
yang dapat diandalkan, banyak pekerjaan laki-laki yang ia lakukan
dibandingkan adiknya Dwi yang merupakan
seorang laki-laki. Galuh seorang yang bekerja keras, ia memiliki mimpi yang
besar sampai ia mendirikan sebuah rumah sakit. Hal ini menggambarkan bahwa
bukan hanya laki-laki saja yang bisa melakukan hal yang besar tetapi perempuan
juga bisa melakukan.
Alkisah, ada sebuah keluarga kecil
yang tinggal di dusun Karang Mulyo, dusun terpencil yang ada di sebelah barat
Yogya. Keluarga kecil ini terdiri dari Suroto (bapak), Sulastri (ibu), Galuh
(anak ke-1, perempuan), dan Dwi (anak ke-2, laki2). Keluarga ini hidup dari menjual
emping, dan yang biasa menjualnya adalah Galuh, dengan bersepeda ia menjual
emping ke tempat yang ramai. Dari awal cerita ini sudah dapat dilihat adanya
kajian feminisme liberalis, dimana Galuh sebagai anak perempuan ia yang harus
berjualan emping untuk membantu kehidupan keluarganya. Jadi tidak hanya
laki-laki saja yang bekerja untuk meningkatkan taraf ekonomi keluarga tetapi
perempuan juga bisa melakukannya. Dibandingkan adiknya yang seorang laki-laki
galuh lebih gigih untuk bekerja. Dapat kita lihat pada halaman 08 dalam
percakapan Galuh dan adiknya Dwi.
“gundu
dari mana Dwi?” tanyanya
“nemu.”
“jangan
nyolong” Bentaknya
“ora,
ini aku nemu” kata anak berusia enam belas tahun itu.
“sudah
gede, mestinya kamu bantu aku jualan.” Gerutunya “main terus”
Tindakan
Galuh yang sigap seperti laki-laki tidak saja terlihat karena ia bekerja keras
dan membantu keluarganya, tetapi dapat dilihat dalam tindakannya yang lain.
Contoh saja ketika ibunya mengalami sakit tiba-tiba dirumah, saat itu ayahnya
tidak pulang ke rumah dan hanya ada Galuh dan adiknya. Dwi begitu panik saat
itu tetapi Galuh tidak, saat itu juga ia mengambil keputusan. Dalam percakapan
Galuh dan Dwi pada halaman 44 terlihat tindakan Galuh,
“Dwi
jaga ibu, aku mau beli obat penurun panas di tokoh obat” katanya memutuskan
“bapak
dimana?” Galuh tidak tahu dimana ayah berada tapi ia yakin ayahnya pasti
ada di
kubukan, dan galuh tidak
mempermasalahkan hal itu.
“mbak
nggak tahu, pokoknya kamu jaga ibu. Aku nggak lama” dengan bersepeda ia
pergi ke toko obat. Dalam percakapan antara Galuh dan Dwi dapat terlihat
tindakan Galuh yang sigap seperti laki-laki. Biasanya perempuan yang tinggal
dirumah dan laki-laki yang keluar untuk mencari, tetapi dalam penggambaran
tentang Galuh tidak seperti itu, ia melakukan hal yang biasa dilakukan oleh
laki-laki. Disini tergambar jelas adanya feminisme liberalis bahwa perempuan
setara dengan laki-laki dapat melakukan hal yang sama.
Feminisme
liberalis dalam novel Hijau dapat
terlihat pada halaman-halaman selanjutnya seperti penggambaran secara langsung
oleh penulis. Yang pertama terlihat pada halaman 68, “ya memang, Galuhlah kini yang menjadi tumpuan keluarga. Ibunya sudah
tiada. Ayahnyapun lepas tangan. Sekarang dialah kepala keluarga”.
Pada pernyataan ini jelas tergambar bagaimana peran kepala
keluarga yang dilakoni oleh laki-laki tetapi dapat dilakoni oleh perempuan
juga. Selanjutnya dalam halaman yang sama penulis menggambarkan lagi sosok
Galuh yang mengandung feminisme liberalis, “lagi-lagi
kenyataan menyadarkannya bahwa dalam keadaan begini, jenis kelamin tidak menjadi
patokan. Yang ada cuman dia”. Pada pernyataan ini jelas sekali maksud
pengarang bahwa jenis kelamin laki-laki atau perempuan tidak ada bedanya dalam
menjalankan perannya. Perempuan juga bisa melakukan apa yang dilakukan oleh
laki-laki. Tidak berhenti disitu saja, feminism liberalis juga terlihat pada
halaman 194 dalam percakapan tokoh.
“apa ini?”
“gajiku,
kau simpan saja. Aku sudah ambil sedikit buat ongkos.”
“lho buat
mbak saja”
“nggak.
Kamu harus pegang uang juga. Gajimu disinikan kecil”. Dalam percakapan
Galuh dan Dwi dapat terlihat tindakan Galuh yang memberikan uang pada adiknya
laki-laki, padahal biasanya laki-laki
yang lebih banyak berpikir dan memberikan uang pada perempuan. Sangat jelas si
pengarang mau mengatakan bahwa perempuan juga bisa berlaku bijak seperti seorang
laki-laki dan bertindak seperti laki-laki. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa
laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang setara.
Selain feminisme liberalis, dalam novel Hijau juga dapat ditemukan feminisme sosialis. Dimana feminisme sosialis
membicarakan mengenai seorang perempuan yang berusaha untuk memperbaiki kondisi
ekonomi dan perubahan dalam keluarga. Keterangan yang berhubungan dengan
feminisme sosialis dapat kita lihat dalam halaman 93 pada percakapan Galuh dan
Dwi,
“kalau laku, hasil
penjualannya kita pakai buat ongkos ke Jakarta” Dwi terdiam dan mencerna
ucapan kakaknya. “betul juga, kak. Tapi
kakak yakin?” Galuhpun mengangguk mantap. Dalam percakapan ini jelas sekali
bahwa Galuh yang merupakan tokoh perempuan berjuang untuk merubah roda
kehidupan mereka. Hal yang serupa juga terlihat pada halaman 330 pada
pernyataan “Galuh sedang membayangkan
bagaimana rumah sakit yang akan dibangunnya nanti” dalam pernyataan ini tokoh
Galuh memiliki mimpi bahwa ia akan membangun rumah sakit, ia sedang memikirkan
untuk memperbaiki kehidupan mereka yang miskin.
Dalam novel
Hijau ini Agnes Jessica menempatkan
Tokoh Galuh sebagai tokoh utama. Pengarang menggambarkan tokoh utama sebagai
sosok wanita yang kuat, segala hal yang dilakukannya terlihat seperti seorang
laki-laki. Tokoh utama digambarkan memiliki mimpi yang besar, seorang yang
bekerja keras, bijaksana dan menjadi tulang punggung dalam keluarganya.
Pengarang memandang sosok Galuh sebagai wanita yang dapat mencerminkan
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, bukan saja laki-laki yang dapat
melakukan tindakan yang besar tetapi wanita juga bisa seperti itu. Selain tokoh
Galuh yang digambarkan sebagai sosok yang kuat, pengarang juga menempatkan
beberapa tokoh wanita yang lainnya seperti Sekar yang profesinya sebagai
penginjil, Cheryl yang berprofesi sebagai dokter kulit, Vaya yang merupakan wanita
karir. Dalam peranan masing-masing tokoh perempuan yang ada, pengarang ingin
menyatakan bahwa saat ini perempuan juga bisa bekerja seperti seorang
laki-laki. Pengarang juga berharap bahwa melalui karya sastra dapat
mencerminkan realita bahwa saat ini perempuan dapat disetarakan dengan
laki-laki.
Jadi berdasarkan analisis novel Hijau karangan Agnes Jessica ini secara
keseluruhan isinya mengandung kajian feminisme liberalis. Tetapi dalam beberapa
percakapan dan keterangan yang ada di dalamnya kita dapat menemui feminisme
sosialis yang masing-masingnya sudah diberikan keterangan pada pembahasannya.
Dalam pembahasan tentang kajian feminisme yang ada, kita dapat melihat kajian
tersebut bukan saja dari percakapan yang diucapkan tokoh tetapi melalui
keterangan secara langsung dari pengarang dan profesi dari masing-masing tokoh
wanita yang ada dalam novel. Jadi dalam novel ini kita mendapatkan dua kajian feminism,
yaitu liberalis dan sosialis.
Daftar Pustaka: Jessica Agnes. Hijau. 2010. Jakarta: Pustaka Hermon
http://miefthaa.blogspot.co.id/2009/06/biografi-agnes.html