Rabu, 27 April 2016

KAJIAN FEMINISME LIBERALIS DAN SOSIALIS PADA NOVEL HIJAU KARYA AGNES JESSICA

KAJIAN FEMINISME LIBERALIS DAN SOSIALIS PADA
NOVEL HIJAU KARYA AGNES JESSICA

Oleh Selvina Rambu Hada Rewa

Agnes Jessica merupakan salah satu novelis terkenal dan bestseller di Indonesia. Sudah begitu banyak karyanya yang diterbitkan oleh penerbit terkenal seperti PT Gramedia Pustaka Utama, Grasindo, Primanata Publishing dan beberapa penerbit terkenal lainnya. Dalam beberapa karya yang ditulis oleh Agnes Jessica, ia banyak mengangkat kisah yang tokoh utamanya adalah seorang perempuan, dengan kata lain ia banyak membicarakan tentang keperempuanan. Salah satu karya Agnes Jessica yang akan dibahas dalam artikel ini adalah Hijau. Dalam novel ini terdapat dua kajian feminisme, yaitu feminisme liberalis dan sosialis. Namun secara keseluruhan kajian feminisme yang ada dalam novel ini lebih banyak mengenai feminisme liberalis. Dimana feminisme liberalis membicakan mengenai kedudukan perempuan dan laki-laki yang setara, karena dalam novel Hijau ini pengarang menggambarkan Galuh sebagai sosok perempuan yang dapat diandalkan, banyak pekerjaan laki-laki yang ia lakukan dibandingkan  adiknya Dwi yang merupakan seorang laki-laki. Galuh seorang yang bekerja keras, ia memiliki mimpi yang besar sampai ia mendirikan sebuah rumah sakit. Hal ini menggambarkan bahwa bukan hanya laki-laki saja yang bisa melakukan hal yang besar tetapi perempuan juga bisa melakukan.
Alkisah, ada sebuah keluarga kecil yang tinggal di dusun Karang Mulyo, dusun terpencil yang ada di sebelah barat Yogya. Keluarga kecil ini terdiri dari Suroto (bapak), Sulastri (ibu), Galuh (anak ke-1, perempuan), dan Dwi (anak ke-2, laki2). Keluarga ini hidup dari menjual emping, dan yang biasa menjualnya adalah Galuh, dengan bersepeda ia menjual emping ke tempat yang ramai. Dari awal cerita ini sudah dapat dilihat adanya kajian feminisme liberalis, dimana Galuh sebagai anak perempuan ia yang harus berjualan emping untuk membantu kehidupan keluarganya. Jadi tidak hanya laki-laki saja yang bekerja untuk meningkatkan taraf ekonomi keluarga tetapi perempuan juga bisa melakukannya. Dibandingkan adiknya yang seorang laki-laki galuh lebih gigih untuk bekerja. Dapat kita lihat pada halaman 08 dalam percakapan Galuh dan adiknya Dwi.
gundu dari mana Dwi?” tanyanya
nemu.”
jangan nyolong” Bentaknya
ora, ini aku nemu” kata anak berusia enam belas tahun itu.
sudah gede, mestinya kamu bantu aku jualan.” Gerutunya “main terus
            Tindakan Galuh yang sigap seperti laki-laki tidak saja terlihat karena ia bekerja keras dan membantu keluarganya, tetapi dapat dilihat dalam tindakannya yang lain. Contoh saja ketika ibunya mengalami sakit tiba-tiba dirumah, saat itu ayahnya tidak pulang ke rumah dan hanya ada Galuh dan adiknya. Dwi begitu panik saat itu tetapi Galuh tidak, saat itu juga ia mengambil keputusan. Dalam percakapan Galuh dan Dwi pada halaman 44 terlihat tindakan Galuh,
Dwi jaga ibu, aku mau beli obat penurun panas di tokoh obat” katanya memutuskan
bapak dimana?” Galuh tidak tahu dimana ayah berada tapi ia yakin ayahnya pasti ada di
kubukan, dan galuh tidak mempermasalahkan hal itu.
mbak nggak tahu, pokoknya kamu jaga ibu. Aku nggak lama” dengan bersepeda ia pergi ke toko obat. Dalam percakapan antara Galuh dan Dwi dapat terlihat tindakan Galuh yang sigap seperti laki-laki. Biasanya perempuan yang tinggal dirumah dan laki-laki yang keluar untuk mencari, tetapi dalam penggambaran tentang Galuh tidak seperti itu, ia melakukan hal yang biasa dilakukan oleh laki-laki. Disini tergambar jelas adanya feminisme liberalis bahwa perempuan setara dengan laki-laki dapat melakukan hal yang sama.
            Feminisme liberalis dalam novel Hijau dapat terlihat pada halaman-halaman selanjutnya seperti penggambaran secara langsung oleh penulis. Yang pertama terlihat pada halaman 68, “ya memang, Galuhlah kini yang menjadi tumpuan keluarga. Ibunya sudah tiada. Ayahnyapun lepas tangan. Sekarang dialah kepala keluarga”.
Pada pernyataan ini jelas tergambar bagaimana peran kepala keluarga yang dilakoni oleh laki-laki tetapi dapat dilakoni oleh perempuan juga. Selanjutnya dalam halaman yang sama penulis menggambarkan lagi sosok Galuh yang mengandung feminisme liberalis, “lagi-lagi kenyataan menyadarkannya bahwa dalam keadaan begini, jenis kelamin tidak menjadi patokan. Yang ada cuman dia”. Pada pernyataan ini jelas sekali maksud pengarang bahwa jenis kelamin laki-laki atau perempuan tidak ada bedanya dalam menjalankan perannya. Perempuan juga bisa melakukan apa yang dilakukan oleh laki-laki. Tidak berhenti disitu saja, feminism liberalis juga terlihat pada halaman 194 dalam percakapan tokoh.
“apa ini?”
“gajiku, kau simpan saja. Aku sudah ambil sedikit buat ongkos.”
“lho buat mbak saja”
“nggak. Kamu harus pegang uang juga. Gajimu disinikan kecil”. Dalam percakapan Galuh dan Dwi dapat terlihat tindakan Galuh yang memberikan uang pada adiknya laki-laki,  padahal biasanya laki-laki yang lebih banyak berpikir dan memberikan uang pada perempuan. Sangat jelas si pengarang mau mengatakan bahwa perempuan juga bisa berlaku bijak seperti seorang laki-laki dan bertindak seperti laki-laki. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang setara.
Selain feminisme liberalis, dalam novel Hijau juga dapat ditemukan feminisme sosialis. Dimana feminisme sosialis membicarakan mengenai seorang perempuan yang berusaha untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan perubahan dalam keluarga. Keterangan yang berhubungan dengan feminisme sosialis dapat kita lihat dalam halaman 93 pada percakapan Galuh dan Dwi,
kalau laku, hasil penjualannya kita pakai buat ongkos ke Jakarta” Dwi terdiam dan mencerna ucapan kakaknya. “betul juga, kak. Tapi kakak yakin?” Galuhpun mengangguk mantap. Dalam percakapan ini jelas sekali bahwa Galuh yang merupakan tokoh perempuan berjuang untuk merubah roda kehidupan mereka. Hal yang serupa juga terlihat pada halaman 330 pada pernyataan “Galuh sedang membayangkan bagaimana rumah sakit yang akan dibangunnya nanti” dalam pernyataan ini tokoh Galuh memiliki mimpi bahwa ia akan membangun rumah sakit, ia sedang memikirkan untuk memperbaiki kehidupan mereka yang miskin.
            Dalam novel Hijau ini Agnes Jessica menempatkan Tokoh Galuh sebagai tokoh utama. Pengarang menggambarkan tokoh utama sebagai sosok wanita yang kuat, segala hal yang dilakukannya terlihat seperti seorang laki-laki. Tokoh utama digambarkan memiliki mimpi yang besar, seorang yang bekerja keras, bijaksana dan menjadi tulang punggung dalam keluarganya. Pengarang memandang sosok Galuh sebagai wanita yang dapat mencerminkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, bukan saja laki-laki yang dapat melakukan tindakan yang besar tetapi wanita juga bisa seperti itu. Selain tokoh Galuh yang digambarkan sebagai sosok yang kuat, pengarang juga menempatkan beberapa tokoh wanita yang lainnya seperti Sekar yang profesinya sebagai penginjil, Cheryl yang berprofesi sebagai dokter kulit, Vaya yang merupakan wanita karir. Dalam peranan masing-masing tokoh perempuan yang ada, pengarang ingin menyatakan bahwa saat ini perempuan juga bisa bekerja seperti seorang laki-laki. Pengarang juga berharap bahwa melalui karya sastra dapat mencerminkan realita bahwa saat ini perempuan dapat disetarakan dengan laki-laki.
Jadi berdasarkan analisis novel Hijau karangan Agnes Jessica ini secara keseluruhan isinya mengandung kajian feminisme liberalis. Tetapi dalam beberapa percakapan dan keterangan yang ada di dalamnya kita dapat menemui feminisme sosialis yang masing-masingnya sudah diberikan keterangan pada pembahasannya. Dalam pembahasan tentang kajian feminisme yang ada, kita dapat melihat kajian tersebut bukan saja dari percakapan yang diucapkan tokoh tetapi melalui keterangan secara langsung dari pengarang dan profesi dari masing-masing tokoh wanita yang ada dalam novel. Jadi dalam novel ini kita mendapatkan dua kajian feminism, yaitu liberalis dan sosialis.  

Daftar Pustaka: Jessica Agnes. Hijau. 2010. Jakarta: Pustaka Hermon

  http://miefthaa.blogspot.co.id/2009/06/biografi-agnes.html