Kamis, 17 Desember 2015

Analisis Film Biola Tak Berdawai

ANALISIS FILM “BIOLA TAK BERDAWAI”




A.    Identitas Film
1.      Produser                : Sekar Ayu Asmara, Afi Shamara
2.      Sutradara               : Sekar Ayu Asmara
3.      Penulis Skenario    : Sekar Ayu Asmara
4.      Pemain                  : Dicky Lebrianto, Jajang C NoerNicholas Saputra, Ria
  Irawan
5.      Genre Film            : Drama
6.      Rumah Produksi   : PT Kalyana Shira Film

B.     Resume Film
Film ini menceritakan tentang seorang wanita yang bernama Rinjani (31 tahun). Ia meninggalkan kota kelahirannya, Jakarta untuk mengubur masa lalu yang kelam dan keinginannya untuk menjadi seorang penari balet. Rinjani pernah diperkosa oleh seseorang dan pernah mengandung lalu mengaborsi bayi dalam kandungannya. Ia pindah ke Yogya dan tinggal di rumah yang diwariskan oleh neneknya. Di rumah itu ia jadikan sebagai rumah asuh bagi anak-anak tunadaksa yang tidak dikehendaki kelahirannya oleh orangtua mereka. Di rumah asuh tersebut, Rinjani di bantu oleh seorang dokter anak yang bernama mbak Wied (40 Tahun) yang terkadang sering meramal dengan kartu-kartunya. Mbak Wied juga memiliki masa lalu yang kelam, ketika ia masih kecil ibunya adalah seorang pelacur dan sering malakukan aborsi apabila ia kebobolan. Mbak Wied sangat sakit hati dengan kelakuan ibunya. Hal itulah yang membuatnya ingin menadi dokter anak, karena mengingat dosa yang telah dilakukan ibunya.
Dalam rumah asuh tersebut, hampir setiap hari ada anak-anak yang meninggal dunia. Rinjani selalu merasa kehilangan. Namun ada seorang anak dalam rumah itu yang paling disayangi oleh Rinjani, yaitu Dewa, ia terlahir dengan jaringan otak yang rusak berat. Selain itu, dia juga mempunyai kecenderungan autisme dan penyandang tuna-wicara. Tubuhnya kerdil, kepalanya selalu tertunduk ke bawah dengan pandangan mata yang hampa. Tetapi Rinjani selalu mengajaknya bicara, jalan-jalan dan memperlakukannya layaknya orang normal.
Pada suatu hari ketika Rinjani mencari Dewa, menemukan anak itu sedang memegang peralatan balet yang ia simpan dalam sebuah kotak. Lalu dipakainya sepatu itu dan dia menari untuk Dewa. Dewa mendadak mengangkat kepalanya untuk yang pertama kalinya. Berpikir bahwa musik dan tari kemungkinan adalah terapi yang tepat untuk Dewa, Rinjani mengajak Dewa menonton sebuah resital biola. Di sinilah Renjani berkenalan dengan BHISMA, mahasiswa jurusan musik berusia 23 tahun yang tengah memperdalam biola. Mulai malam itu Rinjani dan Bhisma mulai bersahabat. Bhisma sangat kagum dengan Rinjani yang mendedikasikan dirinya untuk merawat anak-anak dan begitu menyayangi anak-anak cacat tersebut. Bhisma melihat Dewa dan bayi-bayi cacat lainnya sebagai ciptaan Tuhan yang indah tapi tidak diberkati dengan kehidupan yang berguna. Seperti sebuah biola yang tidak ada dawai-dawainya. Pada suatu ketika, Bhisma memainkan biolanya, mengiringi Rinjani yang menari balet. Untuk kedua kalinya, Dewa mengangkat kepalanya seolah mengagumi apa yang dilihat dan yang mungkin didengarnya. Rinjani dan Bhisma begitu bahagia akan hal tersebut, merekapun berpelukan. Saat tersadar, Rinjani mendorong Bhisma. Ia sangat marah dan tidak bertemu lagi dengan Bhisma.
Di rumahnya, Bhisma menciptakan lagu untuk Rinjani dan Dewa, namun lagu itu tidak pernah selesai dan ia begitu depresi. Iapun menemui Rinjani di rumahnya dan menunjukkan not-not lagu yang ia tuliskan. Suatu hari Bhisma mengajak Rinjani untuk dating ke tempat pertunjukan ia bermain biola. Namun sampai selesai, Rinjani dan Dewa tak kunjung dating. Bhisma sangat kecewa dan akhirnya ia pergi menemui Rinani namun ia hanya bertemu dengfan mbak Wied, lalu ia mendengar kabar bahwa Rinjani telah tiada, selama ini ia mengidap kanker Rahim karena dulu ia pernah melakukan aborsi. Bhisma sangat terpukul akan kabar tersebut. Suatu hari Bhisma bersama Dewa ke pemakaman Rinjani, di sana ia bermain biola sebagai persembahan terakhirnya untuk Rinjani. Dan terjadilah suatu hal yang mengejutkan, Dewa mengangkat kepalanya dan mengatakan “Dewa sayang ibu”.


C.    Unsur Intrinsik Film
1.      Tema                     : Tentang Cinta dan pengabdian
2.      Amanat                 : Ada beberapa pesan moral yang dapat kita petik dari
  film tersebut:
1.      kita sebagai manusia yang terlahir dengan normal hendaknya tidak menghina dan merendahkan saudara kita yang terlahir kurang sempurna.
2.      kita juga tidak boleh menyerah dalam berusaha dan menjalani cobaan hidup karena suatu saat keajaiban akan terjadi untuk menolong kita.
3.       Pesan tersirat lain dari film ini adalah jangan pernah melakukan aborsi, karena tindakan itu akan menyeret kita ke dalam penyesalan dan dosa yang mendalam, serta dapat merusak kesehatan dann membahayakan nyawa yang kita punya.
3.      Alur                       : Alur yang digunakan adalah alur maju.
4.      Penokohan                        : 1. Rinjani       : Penyayang dan Rendah hati
  2. Bhisma      : Baik dan mudah bersahabat
  3. Wied         : Misterius tetapi wataknya baik
  4. Dewa         : Tidak dapat di ketahui karena ia
  mengalami autisme
5.      Lattar                    : 1. Lattar Waktu : waktu di tahun 1990-an
  2. Latar Suasana: sedih dan mengharukan
  3. latar tempat    : Kota Yogya
6.      Sudut Pandang     : Pengarang sebagai pengamat

D.    Unsur Ektrinsik Film
1.      Psikologis  : dalam cerita ini melibatkan psikologis dari tokohnya. Seperti Rinjani dan Wied yang memiliki masa lalu yang kelam sehingga merubah hidup mereka
2.      Sosial         : dalam cerita ini tersirat tentang maraknya aborsi, pembuangan bayi dan pelacuran.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar