Selasa, 03 November 2015

Drama Anekdot


PARA GARONG BERDASI, PENGHUNI NEGERI  SETENGAH DEMOKRASI
(oktober 2015)

Pemeran :
1.      Abu Bakar       : Seorang anggota dewan yang ingkar janji dan koruptor
2.      Sunarji             : Pol PP
3.      Mbak Ija          : Pedagang kaki lima, kental dengan logat Jawa
4.      Ibu Siska         : Pemilik warung kopi, kental dengan logat Papua
5.      Susan               : Seorang mahasiswa
6.      Bu Ani                        : Warga biasa              

Latar :
1.      Lapangan
2.      Jalanan
3.      Warung kopi

Adegan I
(Latar menunjukkan di lapangan atau tempat umum)
Di suatu negeri yang bernama Indah Sia-sia akan mengadakan pesta demokrasi, yaitu pemilihan calon anggota legislatif di masing-masing daerah provinsi, kabupaten/kota. Di suatu daerah pemilihan yang bernama Kota Bajakan sedang mengadakan masa kampanye. Seorang calon anggota legislatif sedang berkampanye pada warga di tempat umum.
Caleg               : “bapak-bapak, ibu-ibu dan saudara-saudara sekalian, terima kasih karena
sudah berkumpul ditempat ini. Saudara-saudara, jangan lupa untuk dukung    saya Abu Bakar nomor urut 2 setengah dalam pemilihan legislatif nanti. Saya berjanji akan mensejahterakan tempat ini.” (berbicara keras dengan gaya meyakinkan)
PKL                : “bapak yakin bisa menepati janjinya?”
Caleg               : (langsung menjawab semangat) “oh tentu, saya akan menepati janji saya,
  saya akan membuat perubahan yang baru. Yang penting saudara-saudara 
  mau mendukung saya”
P. Wrg             : “eh pace, memangnya ko mau buat perubahan apa kah?” (bertanya dengan  
  logat papua)
Caleg               : “ya, saya akan menjadikan tempat ini sebagai tempat pariwisata, jadi kalian
sebagai pedagang disini hidupnya akan lebih sejahtera, saya juga akan  memberikan jaminan kesehatan dan sekolah gratis bagi yang kurang mampu” (dengan ekspresi bangga)
Semua warga   : (saling berpandangan dan berkata akan memilih caleg tersebut dan 
  semuanya serentak berkata) “ya, kami akan memilih nomor urut 2 setengah


Adegan II
(Latar menunjukkan di jalanan)
Hari demi hari berlalu, pemilihan anggota legislatif telah selesai, akhirnya caleg nomor urut 2 setengah pun telah menjabat sebagai anggota legislatif. Warga pun semuanya gembira, karena menganggap bahwa tempat mereka akan sejahtera dan hidup mereka akan terjamin. Namun ternyata apa yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi.
Suatu hari, di pasar-pasar, jalanan dan tempat umum sedang diadakan razia pedagang kaki lima dan sebagainya. Polisi dan Pol PP pun bekerja sama untuk melakukan razia.
Pol PP             : (mengambil semua dagangan yang ada) “maaf bu, dagangannya saya
  ambil, anda tidak boleh berjualan di tempat ini, itu sana lihat ada   
  peringatannya” (sambil menunjuk peringatan yang ada)
PKL                : (berusaha merampas kembali dagangannya) “tapi saya kan sudah lama
  berjualan disini pak. Kenapa saya dilarang berjualan disini lagi sekarang?”
Pol PP             : “ia saya tahu, tapi sekarang sudah ada peraturan baru. Pedagang asongan
  dan edagang kaki lima di larang berjualan disini”
PKL                : (senyum-senyum sendiri) “oh kalau begitu bapak salah menagkap orang.
  Sini kembalikan dagangan saya”
Pol PP             : (bingung) “ha? Salah kenapa memangnya?”
PKL                : “coba bapak lihat, kaki saya cuman dua pak. Wong bapak bilang pedagan
  kaki lima. Bapak salah orang”
Pol PP             : (geleng-geleng kepala dengan ekspresi heran) “ya ampu, sudah-sudah  
dagangannya saya ambil. Ibu pulang dan ingat tes kejiwaan yah” (pergi    sambil membawa dagangan yang disita)
PKL                : (lemas dan pasrah) waleh wale, bagaimana ini toh, dagangan saya disita.
  Mau makan apa saya nanti. (pergi dari tempat itu)


Adegan III
(Latar menunjukkan di sebuah warung kopi)
Di sebuah warung kopi yang berada di pinggir kota, sedang ramai kedatangan tamu yang sedang menikmati kopi dan makan. Tidak lama kemudian datanglah si Pedagang kaki lima yang berjalan lunglai kea rah warung tersebut.
P.Wrg              : (melihat ke arah pedagang kaki lima yang datang) “wei mace, ko pu
barang-barang dong dimana? Su laku smua kah? Wei ko hebat skali kah   Kenapa ko lemah sekali mace?”
PKL                : (menjawab lemas) “tadi ada razia, pedagang kaki lima dilarang jualan di
jalan. Padahal saya sudah lama berjualan disana. barang-barang saya disita  sama Pol PP” (menoleh ke samping dan melihat kea rah Pol PP yang sedang minum kopi) “hei ini dia yang menyita jualan saya” (melihat dengan ekspresi marah)
Pol PP             : “wah wah sabar dulu bu, saya hanya menjalankan tugas saja. Bukan saya
yang salah. Kalau saya tidak menjalankan tugas, nanti saya lagi yang di pecat. Kan kasihan anak istri saya” (berusaha membela diri)
Warga              : “hmm aneh yah, kok sekarang malah banyak peraturan?”
PKL                : “ia padahal dulu kita di janjikan akan sejahtera, tapi nyatanya kita malah
  digusur”
Mahasiswa      : (masuk ke warung dan langsung memesan kopi) “buk, kopinya 1 yah.”
(lalu melihat kearah orang-orang yang berada disitu) “bapak-bapak, ibu-ibu    kenapa wajahnya layu semua?”
PKL                : “ini loh nak, saya baru aja kena razia, pedagang asongan dan kaki lima
dilarang untuk berjualan di jalanan lagi, padahal kita udah bertahun-tahun jualan disana”
warga              : (langsung menyela pembicaraan) “ia bahkan, pemukiman di kampung kita
ini juga mau digusur, waleh mau tinggal dimana kita nanti toh, nyari makan aja susah, gimana mau nyari rumah baru?”
P.Wrg              : “wehh,, kalau kita pu kampong ini di gusur, sa deng sa pu keluarga dong
  tinggal di mana su? Mo pulang papua ju biaya mahal, hmmm”
mahasiswa       : “kita tidak bisa di perlakukan begitu saja, walaupun tempat kita kumuh dan
kita hanya warga biasa, kita sebagai orang bawah tidak boleh terima dengan apa yang di lakukan oleh orang atas ” (bicara dengan menggebu-gebu) “enak saja kita ditindas begitu saja, coba bapak, ibu pikirkan. Sebenarnya kita lebih berwibawa dari mereka”
Warga              : “loh kok bisa gitu?” (bertanya penasaran)
Mahasiswa      : “yah, coba bapak ibu mau pilih yang mana? Pakai bawahan tapi gak pakai 
  atasan, atau pakai atasan tapi gak pakai bawahan?”
semua warga   : (mencemohnya) “huuu kamu ini ada-ada aja”
mahasiswa       : “ia soalnya wajah kalian semua pada cemberut, kusut banget. Makanya
  senyum dong”
Pol PP             : “memangnya kamu sendiri dari mana tadi? Kok pakai jas segala?”
Mahasiswa      : “ia saya baru pulang demo bersama teman-teman mahasiswa yang lain”
Pol PP             : “memangnya demo karena apa?”
Mahasiswa      : “ itu loh, kalian sudah dengar di berita belum? Narapidana koruptor yang
bernama Gayung Timbunan, ternyata masih berkeliaran diluar. Malah minggu lalu dia tertangkap kamera sedang liburan ke bali”
PKL                : “wah, wah, wah benar-benar edan tu orang yah”
P.Wrg              : “ia betul itu, hukum di ini negeri su tir berlaku lagi kah”
Warga              : “hmm sebenarnya apa sih enaknya jadi koruptor? padahal karuptor itu
  sama   aja kayak maling”
P.Wrg              : “yah bedalah mace,”
Warga              : “emang apa bedanya?”
P.Wrg              : “kalau maling ketahuan pasti di hajar, tapi kalo koruptor ketahuan malah
  masuk di tipi mace, ko tir lihat itu gayung timbunan kah?”
mahasiswa       : (menyambung pembicaraan) “ia benar itu, dan juga bedanya koruptor pasti
  nggak pernah kemalingan”
warga              : “kenapa emangnya”
mahasiswa       : “ia soalnya maling nggak mau hartanya haram dua kali. Soalnya dia udah
maling dari orang yang juga maling uang negara. Kan kalau gitu pantas   hukumannya selalu lebih berat dari koruptor. Kalau koruptor mah, yang penting ada money. Hukuman bisa di beli ”
PKL                : “ia benar juga sebenarnya itu, ckckck,,, aneh banget yah Negara kita ini.
  Pemerintahannya juga benar-benar edan”
Mahasiswa      : “ia buk,, jaman sekarang uang itu di Tuhankan, sedangkan janji di
palsukan. Warga biasa selalu saja menjadi sasaran. Lalu sekarang apa yang bapak dan ibu mau lakukan? Apakah kalian mau begitu saja pemukiman kita digusur dan tempat jualan bapak dan ibu juga dirazia?”
Semua warga   : ( semua rebut karena diskusi)
Mahasiswa      : (tiba-tiba timbul niatnya) “bapak dan ibu sekalian, begini besok saya dan
teman mahasiswa yang lain akan melanjutkan demo di depan gedung DPR, bagaimana kalau kalian ikut saja untuk berdemo supaya keinginan kalian di dengar disana”
semua warga   : “ia benar kita setuju”
Pol PP             : “eh eh eh… tunggu dulu, trus bagaimana dengan saya? Kalau kita demo
trus tidak ada razia lagi nanti, emangnya saya mau kerja apa? Kan saya nganggur aja nanti di kantor. Lama-lama saya di pecat lagi”
P.Wrg              : “eh pace ko terlalu egois skali kah. Ko mau kita pu rumah dong kena gusur
  kah? Memangnya itu pemerintah dong ada kasih ko rumah baru?”
PKL                : “eh kamu ini gimana sih? Kan kamu warga disini juga. Besok kamu nggak
  usah pake seragam. Nah kalau begitu tidak ada yang akan mengenal kamu”
mahasiswa       : “ya sudah sudah,, berhenti dulu berdebat. Pokoknya besok siap-siap jam 7
kita berangkat ya. Kita kumpul dulu di warung ini.. sambil mace buatin kita kopi. Biar semangat. Yang penting gratis yah.. heheheh” (mencolek si pemilik warung) “ya sudah kalau begitu saya berangkat dulu yah. Sampai jumpa besok pagi yah.. salam perjuangan” (mengacungkan tangan kanannya)
semua warga   : “hidup…hidup…hidup..”

Pada akhirnya semua warga yang ada disitu masing-masing berpisah kembali ke rumah masing-masing dan menyiapkan diri untuk melakukan demo esok harinya. Demikianlah kisah dalam drama tersebut yang menceritakan betapa gilanya negari kita ini. Para pemimpin hanya mengumbar janji-janji manis saja, hak rakyat di jadikan milik pribadi dan rakyat miskin yang selalu menjadi sasaran. Kesimpulannya negeri kita ini belum demokrasi tapi masih setengah demokrasi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar